HUBUNGAN PINTA HAOMASON DENGAN RAJA TAMBUN


Berairnya air susu Pinta Haomason dan pemberian nama si Raja Tambun.
Walaupun tekad Silahisabungan tidak bisa dirobah sesuai ikrarnya kepada mertuanya Raja Mangarerak, dalam perjalanan timbul pertanyaan dalam hatinya apakah istrinya memperlakukan dan menerima anak ini seperti anak kandungnya.
Karena kekwatiran itu sesampai Silahisabungan di Tolping gajut yang berisi bayi tadi, digantungkan disendal Sopo sebelum bertemu Pinta Haomason istrinya itu.
Melihat Silahisabungan datang istrinya menyambut dengan riang gembira, akan tetapi air mata Silahisabungan seperti ada permasalahan yang mengganjal pikirannya lalu ditanya.
Kedatangan Bapak kali ini berbeda dengan yang sudah-sudah, ada masalah apa yang dihadapi mari kita pecahkan secara bersama. Mendengar pernyataan Pinta Haomason ini Silahisabungan mulai lega lalu berkata : Lihatlah Gajut, di Sendal Sopo itu, itulah yang mengganjal dalam pikiran saya lalu Pinta Haomason pergi ingin cepat-cepat mengetahui permasalahan suaminya.
Astaga, teganya Bapak mempelakukan bayi seperti ini, kenapa tidak lagsung dibawa kerumah, kalau sempat meninggal karena tidak minum bagaimana !.
Sibayi dikeluarkan dari gajut itu dipangkunya dan Silahisabungan disuruh menyalakan api ditungku, dikembangkan tikar dan diapun duduk bersama bayi itu layaknya seperti yang baru melahirkan.

Ambil dan masaklah bangun-bangun itu biar saya minum lalu berdoa :
·        Sintong do ahu nahurangan dijolma ale Ompung Debata, ai holan sada do anak hutubuhon.
·        Sai unang ma tampuk sahali manang nibagot tinunggoman
·        Sintong mai langu, maraek ma bahen bagottu asa unang mahiang tolonan ni anakkon.

Tidak berapa lama sehabis berdoa dirasakan buah dadanya membesar lalu puting susunya dimasukkan kedalam mulut sibayi dihisap dengan sangat lahap dan dengan kegembiraan yang meluap-luap kegirangan dia berkata :

Nunga tambun anakku si sada-sada si Raja Tambun ma bahenon goarna. Sore harinya anaknya Silalahi pulang dari ladang, Dia heran kapan mama hamil sekarang sudah bersalin !.
Silahisabungan terus mengerti melihat sikap anaknya itu lalu bertiga ikrar tidak boleh keadaan ini diberitahu kepada siapapun, termasuk kepada si Raja Tambun apabila ia sudah besar, cukup kita bertiga yang mengetahui rahasia ini.
Jadi di Tolping tidak dikenal Tambun Raja nama si Raja Tambun karena Pinta Haomasanlah yang menyusui, memelihara dan membesarkan dan memberi namanya.
Pinta Haomason dan Silahisabungan sangat sayang terhadap si Raja Tambun ini dan setelah dia mulai meningkat menjadi remaja, kemana saja Silahisabungan pergi anak ini harus ikut dan makan pun harus satu piring (sapa).

Perawatan atas cidranya tangan si Raja Tambun.
Setelah si Raja Tambun menjadi remaja Silahisabungan pamit kepada istrinya untuk pergi ke Silalahi Nabolak akan tetapi si Raja Tambun ikut serta.
Pinta Haomason keberatan atas keikut sertaan anak kesayangannya si Raja Tambun akan tetapi Silahisabungan pun bersikeras untuk membawanya akhirnya disetujui dengan pesan, jagalah anak kita ini baik-baik termasuk misteri kelahirannya.
Sesampai di Silalahi Nabolak istrinya Pinggan Matio boru Padang Batanghari bertanya inikah anak kita yang Bapak ceritakan yang di Tolping, kenapa masih kecil, seharusnya sudah harus lebih besar dari anak-anak kita disini.
Sewaktu menjawab pertanyaan inilah Silahisabungan tidak bisa menguasai dirinya dia lupa akan ikrarnya di Tolping mengenai misteri si Raja Tambun semuanya terungkap diberitakan kepada isterinya Pinggan Matio boru Padang Batanghari.
Dimuka telah dijelaskan bahwa kasih sayang Silahisabungan memang melebihi terhadap anaknya yang lain dan kebiasaan si Tolping itu terbawa-bawa sampai ke Silalahi Nabolak sehingga mengundang kecemuburuan dan kurang senang atas sikap ayahnya.
Suatu ketika si Raja Tambun ingin mengikuti abang-abangnya ke ladang lalu permisi kepada Silahisabungan.
Abang-abangnya sangat senang atas permintaan itu karena menurut mereka merupakan kesempatan yang baik untuk melampiaskan kecemburuan mereka kepada si Raja Tambun.
Setelah diladang, dipertanyakanlah kepada si Raja Tambun siapa ibunya, lahirnya dimana dan lain-lain pertanyaan untuk memancing emosinya dan akhirnya mereka berkelahi tangan si Raja Tambun cedera dan malah ada keinginan untuk membunuhnya.
Rupanya Pinggan Matio boru Padang Batangharipun memberitakan mengenai misteri kelahiran si Raja Tambun kepada anak-anaknya, hanya saja tidak disebut nama mamaknya atau tempat kelahirannya.
Si Raja Tambun dengan cedera yang dideritanya menjumpai Bapaknya Silahisabungan dan memberitakan bahwa ibu yang di Tolping bukan itu yang melahirkan dan tempat kelahiranku bukan di Tolping serta kemanapun kucari pamanku tidak akan ketemu.

Silahisabungan sangat marah kepada anak-anaknya atas perlakuan terhadap anak kesayangannya si Raja Tambun dan berkata, kalau anak-anakku tidak bisa rukun saya tidak akan kalian lihat meninggal (ndang tauluttonon muna au mate).

Walaupun cidera tangan si Raja Tambun diobati disana pikirannya sudah tidak senang lagi, ingin cepat-cepat menanyakan informasi yang didengarnya kepada ibunya Pinta Haomason dan sejak itu mendesak Silahisabungan untuk segera pulang.

Melihat keadaan si Raja Tambun serta pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya Silahisabungan akhirnya memutuskan untuk segera membawa si Raja Tambun pulang ke Tolping namun sebelumnya dibuat perdamaian diantara anak-anaknya disuatu tempat di Simarampang yang disebut Poda Sagu-sagu Marlangan. Usainya pelaksanaan pada sagu-sagu marlangan ini Silahisabungan dan si Raja Tambun kembali ke Tolping.

Setelah di Tolping ibunya Pinta Haomason berusaha keras memulihkan cidera tangan anaknya itu namun dibalik itu si Raja Tambun sudah mulai mempertanyakan mengenai dirinya, ibu yang melahirkannya dan lain-lain karena menurut abang-abangnya di Silalahi Nabolak saya tidak lahir di Tolping dan ibu yang melahirkan bukan ibu dan kemanapun pamanku tidak akan ketemu.

Semua pertanyaan itu dijawab dengan senyum dan disebut jangan pikirkan itu tidak benar apa yang disebut di Silalahi Nabolak, sayalah ibumu dan pamanmu adalah Simbolon di Pangururan.

Kasih sayang Pinta Haomason kepada si Raja Tambun tidak membuatnya berkenti mencari kebenaran informasi yang didengarnya, tidak ada asap kalau api tidak ada dan tidak mungkin kata-kata itu timbul di Silalahi Nabolak bilamana ibu yang melahirkanku adalah ibu Pinta Haomason ini.
Si Raja Tambun adalah seorang anak yang cerdik dia menyadari kasih sayang Silahisabungan, Pinta Haomasan maupun abangnya Silalahi kepadanya, tidak mungkin saya memperoleh jawaban yang memuaskan kalau pertanyaannya tidak saya robah pikirnya.

Abangnya Silalahi didekatinya untuk mengkorek rahasia kesaktian Silahisabungan dan Silalahi dengan kepolosan dan menurutnya tidak ada hubungannya dengan misteri si Raja Tambun memberi tahu bahwa : “Kalau pakaiannya tidak lengket kepada badannya apapun kita tanya pasti dijawabnya dengan benar”.

Pengetahuan yang baru ini disimpan dalam hatinya, lalu pada suatu ketika sewaktu Silahisabungan akan pergi mandi si Raja Tambun minta ikut, inilah kesempatan mengambil pakaiannya pikirnya.

Sewaktu Silahisabungan sedang asyik mandi seluruh pakaiannya dipakai si Raja Tambun dan pedangnya dipegang dalam tangannya, lalu mengancam Bapaknya.

Bapak jangan selalu bohong, ceritakan secara jelas siapa ibu yang melahirkan dimana saya lahir dan siapa pula pamanku, apabila tidak diceritakan akan saya bunuh.

Silahisabungan dengan terpaksa karena tidak bisa keluar dari air itu memberitahu informasi yang sebenarnya lalu si Raja Tambun pun menyerahkan pakaian itu dan sesudah sampai di rumah kejadian itu diceritakan kepada istrinya Pinta Haomasan. Ibunya meratapi akan perpisahannya dengan anak kesayangannya itu dan bersinandung:
·        Mangintubu ahu sungkot padna ralihon so mangkutti pagar.
·        Mainundun ahu sungkot padna ralihon so maraek papan.
·        Hape maraek do bagottu diporo mulajadi asa unang mahiang tolonan sai anakku na hupatarus-tarusi, na husihon-sihon i hasian ni inana.
Si Raja Tambun kalaupun akan pergi mencari ibu yang melahirkannya sebelumnya harus dibuat padan dengan abangnya Silalahi agar mereka berdua tetap marsitogu-toguan, tondina masigonggoman dan tanggal pelaksanaanpun ditentukan.





Padan Dengke Nilaean.

Pada hari yang ditentukan dan sajian berupa:
·        Ikan Batak ( ihan )
·        Sagu-sagu sitompion
·        Padang na jagar telah tersedi

Dimulailah acara pemberian Padan kepada kedua anaknya lalu Pinta Haomasan mar tonggo
·        On ma da Ompung Mulajadi Nabolon dengke nilaean, sai lae ma roham mengalehon parhorason, penggabean tu anakhon.
·        On ma na mang-gugut-gugut di limut na liot-liot di batu, sai dapotan gagaton dapotan jilaton ma anakhon.
·        Sagu-sagu sitompion na godang ma on asa manompi mas manompi pangomoan  anakhon.
·        Lanjang-lanjang purun-purun jonggi hais sai hais ma nipi na sambor hais na to marlabu sian anakhon.
·        Jonggi manaek ma anakhon naek-naek tu surgo, marganda padi siganda sigandua sipusuk ni podom-podom na sada gabe dua ma on na tolu gabe onom.
·        Manarsar ma on songon mange mangararat songon singator
Padan ma na huhatahon tu anakhon asa sisada lulu anak sisada lulu boru, naso tupa masi paetek-etehan, tampuk ni ate-ate ma hamu amang uratni pusu-pusu
.

Asa ho amang si Raja Tambun :
“… Ingkon aek ni unte ma haham Silalahi on diho dipadoit-doiton bunga ni sira dipagugut-guguton….”

Nang ho amang Silalahi :
“…Molo holong roham tu anak ni hinaholongmu songonima holong ni roham dianggim si Raja Tambun on…”
Ho pe amang Silahisabungan bahen ma pasu-pasum tu anakta on asa horas ibana mangalului inangna, horas hita dison.

Nungga gok be nian dibahen ho pasu-pasu alai hutambai ma saotik nari :
Amang si Raja Tambun :
“…Sai torop mabue ma pinomparmu gabe maho jala mamora tumpahon ni mulajadi, masuak tangke ma ho rahut-rahutan tarida tutur tambah-tambusan sai ingot ma ho ditona dompak haham Silalahi on…”

Nang ho amang Silalahi :
“…Sai gabe ma ho jala mamora sai dilehon mulajadi ma diho boto-boto biti-biti, sai unang ho lupa ditona balos do hata dompak anggim si Raja Tambunan…”

Setelah selesai pemberian Padan itu diserahkanlah TAGAN yang diterima Silahisabungan dahulu sewaktu membawa dia semasa bayi dengan berkata :
Bawalah TAGAN ini, tunjukkan kepada Ibu yang melahirkanmu kalau masih hidup agar anakku cepat dikenal karena dia dulunya memberi kepada bapakmu sewaktu membawa kamu dari sibisa
. Berangkatlah anakku, dirangkul dan menangis diantar oleh Silahisabungan.


IV
PENGALAMAN PRIBADI SEBAGAI PEMILIK MARGA SILALAHI

Ada kalanya suatu peristiwa yang terjadi dalam hidup seseorang sangat mengesankan dan membuat orang itu berobah sikap atau pendirian.
Pengalaman seperti itulah yang menyentuh hati penulis dan mempengaruhi pemikiran untuk mencatat dan mencari bahan-bahan yang berkaitan dengan Silalahi apakah sudah menjadi marga dari turunan Silahisabungan.
Sebenarnya penulis sadar sulit untuk menyusun buku kalau hanya untuk satu marga dari begitu banyak marga-marga turunan Silahisabungan ditambah pula sulitnya mencari buku-buku sebagai acuan, karena umumnya pada marga-marga suku Batak pewarisan silsilah hanya dari mulut ke mulut.

Peristiwa-peristiwa yang dialami penulis adalah sebagai berikut :


1. Kenangan dibangku sekolah.
Pada tahun 1995 s/d 1958 penulis duduk dibangku salah satu SMP di Pangururan Samosir dan mempunyai teman sekelas bermarga Sigiro, Situngkir, Sidabariba, dan Sihaloho dari Bukit, Parbaba, Lumban Suhi-suhi dan Simarmata

Dalam pergaulan sehari-hari hubungan kami sangat akrab selain karena satu keluarga juga masing-masing kami mengetahui dari leluhur yaitu Silahisabungan.
Untuk mempererat kekerabatan itu bukan hanya terlihat dalam lingkungan sekolah akan tetapi diperluas sampai ke orang tua setiap minggu harus bergilir.

Dalam kunjungan-kunjungan itu orang-orang tua kami seluruhnya mengetahui silsilah Silahisabungan serta Silalahi itu adalah anak istri pertama dan tinggal di Tolping maupun Pangururan.

Orang-orang tua disana konsekwen menulis marganya sesuai warisan dari leluhurnya yaitu Sigiro, Situngkir, Sidabariba dan Sihaloho.
Akan tetapi teman-teman tadi setelah tamat dari SMP melanjutkan pendidikannya ke Pematang Siantar dan Kota Medan dan setelah ketemu kembali, sesudah selesai sekolah lanjutan atas mereka pada umumnya telah merobah marganya menjadi Silalahi.

Pada waktu itu kami tanyakan teman-teman itu kenapa marganya dirobah menjadi Silalahi baik yang sudah mencari kerja maupun yang melanjut ke Perguruan Tinggi jawabannya marga itu tidak populer terutama turunan si Raja Tambun bahwa marga-marga itu termasuk tidak diketahui termasuk hahadolinya.

Bilamana marga itu turunan Silahisabungan gunakan Silalahi saja biar hubungan kita lebih akrab karena marga-marga lain diluar Silalahi tidak pernah kami ketahui kata turunan si Raja Tambun.
Masalah itu tidak dipersoalkan pada waktu itu pertama karena pengetahuan terhadap silsilah sangat minim atau boleh disebut kurang sama sekali dan selanjutnya tidak ada yang dirugikan karenanya.

Nyatanya, setelah silsilah Silahisabungan akan disusun dalam rangka pendirian Tugu Silahisabungan baru timbul persatuan dan kesatuan turunan-turunannya, teman-teman tadi sengaja berada di barisan depan yang menyatakan Silalahi itu adalah persatuan dan tidak ada yang bermarga Silalahi saja.

2. Isteri menumpang becak.
Istri penulis adalah seorang guru dan setiap hari bila akan pergi ke sekolah selalu menumpang becak.

Pada sekitar bulan Juli 1970 becak yang ditumpangi sewaktu pergi ke sekolah secara kebetulan penariknya mengaku bermarga Silalahi Sihaloho.
Mendengar marga Silalahi ini istri penulis pun memberi tahu bahwa dia adalah istri bermarga Silalahi akan tetapi tidak pernah disebut Silalahi Sihaloho atau Silalahi lain cukup silalahi saja.

Sipenarik becak kembali bicara bahwa turunan Silahisabungan tidak ada yang bermarga Silalahi saja, harus ditambah Silalahi Sigiro, Silalahi Situngkir dan lain-lain, karena Silalahi hanyalah marga persatuan diantara marga-marga turunan Silahisabungan.

Istri penulis tidak mengomentari lagi pembicaraan itu hanya disebut bahwa Amangborunya nomor satu adalah bermarga Sihaloho tetapi tidak pernah disebut Silalahi Sihaloho hanya Sihaloho saja, nanti akan saya tanyakan suami maupun Amangboru ini agar jelas, maklum saya tidak bisa lepas lagi dari Parsonduk bolon dari salah seorang turunan Silahisabungan.

Sore harinya setelah pulang kantor istri saya bercerita tentang pembicaraannya dengan Silalahi Sihaloho tadi dan kemudian dijelaskan bahwa hal itulah yang membuat kabut dalam silsilah Silahisabungan saat ini.
Informasi ini saya sampaikan kepada pengurus marga Silalahi Kodya Medan jawabannya gunakan saja turunan Silalahi Raja sebagai pembeda dengan marga mereka-mereka itu, namun kita adalah anak Silahisabungan dari istri pertama bernama Pinta Haomasan berasal dari Tolping atau Pangururan jadi kita tidak ikut kepada silsilah mereka itu.

3. Undangan Perkawinan Kel. Tambunan.
Pada tahun 1971, penulis diundang keluarga Tambunan Lumban Pea sektor Sukarame Medan untuk menghadiri pesta perkawinan anaknya.
Pesta ini kecil sehingga tidak melibatkan banyak undangan, oleh karena didaerah ini kami ketahui hanya abang yang benar-benar hahadoli, undangan kami sampaikan dengan harapan hahadoli sekaligus sebagai parsinabul.
Kami mengerti hahadoli yang masih muda belia ini belum waktunya sebagai parsinabul dalam pesta-pesta kita, namun tujuan kami yang utama adalah agar hahadoli mau belajar dan melibatkan diri dalam pesta-pesta dan untuk pelaksanaan undangan ini tidak usah ragu orang tua dari Keluarga Tambunan Lumban Pea ada yang hadir, nantinya hahadoli akan dituntunnya dalam fungsinya sebagai parsinabul itu.

Kami sangat senang menerima undangan itu, akan tetapi bila teringat kata-kata parsinabul itu sudah ada rencana untuk tidak menghadirinya dengan berbagai alasan.
Pada waktu pesta itu, istri sudah siap-siap akan pergi dan melihat kami sudah ada, untuk tidak hadir lalu berkata, ayolah Pak, undangan seperti ini adalah penghormatan kenapa tidak dilayani, akhirnya kami pun pergi.
Kehadiran kami disambut hangat penatua-penatua Tambunan dan sebelum kami bicara mereka telah mendahului pembicaraan agar jangan gentar atau takut, keluarga Tambunan akan menuntunnya dan pesta walaupun kecil tetap berpedoman kepada amanat leluhur yang mengatakan : Bilamana ada pesta pada keluarga Tambunan yang menjadi parsinabul adalah hahadoli Silalahi dan sebaliknya.

Kami mengetahui didaerah ini banyak yang menyebut marganya Silalahi namun keluarga Tambunan Lumbanpea mengenal hahadolinya yang sebenarnya.

Dalam pelaksanaan pesta benar-benar kami dituntun dan pada hakekatnya keadaan kami hanya simbol dan pesta berjalan dengan baik.
Sebelum pulang pengetua-pengetua Tambunan menjelaskan ibu yang melahirkan Silalahi yang bernama Sibaso na Bolon adalah yang menyusui, memelihara, merawat dan membesarkan si Raja Tambun inilah amanat leluhur kami.

Oleh karena itu belajarlah hahadoli karena pesta-pesta akan terus ada baik dukacita terutama sukacita, dan sejak saat itulah penulis rajin menghadiri undangan dan mengikuti / mendalami masalah-masalah silsilah.

4. Pembicaraan di Kapal Kambuna.
Pada bulan Juni 1987, penulis pulang dari Jakarta ke Medan dengan menumpang Kapal Kambuna dan menempati kelas IV ruang VIII.
Ruang itu dihuni oleh 8 orang penumpang diantaranya kebetulan ada 3 orang suku Batak dan setelah berkenalan masing-masing bermarga Siagian, Sinambela dan penulis sendiri Silalahi.

Pada waktu itu masih hangat-hangatnya dibicarakan tentang Tugu Silahisabungan dan permasalahan-permasalahan silsilah yang sering terbaca di Surat Kabar.

Siagian yang rupanya seorang tokoh agama usia 61 tahun dan ibunya adalah boru Tambunan Lumbanpea memulai pembicaraan mengatakan bahwa silsilah Silahisabungan yang dimuat di lembaran Budaya Harian Indonesia Baru terbitan 25 Mei 1987 yang menyebut istri Silahisabungan hanya 2 orang dan anaknya 8 orang tidak sesuai dengan ceritra mertua saya.
Menurut mertua, amanat leluhurnya Silahisabungan beristri 3 dan anaknya 9 orang dengna rincian istri pertama melahirkan satu orang anak, istri kedua 7 orang anak dan istri ketiga seorang anak ialah si Raja Tambun.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Siagian sering diperdebatkan dikalangan Tambunan bahwa sebutan hahadoli itu ada bilamana pemilik marga Silalahi itu ada dan kata-kata itu timbul biasanya karena ada perjanjian pada marga bersangkutan.

Perjanjian marga sering kita dengar ada terjadi pada marga-marga orang Batak hanya terbatas antara satu marga dengan satu marga yang lain.
Lalu dibantah oleh Sinambela yang kebetulan beristrikan boru Silalahi dari Hinalang Balige, bahwa menurut hula-hulanya Silalahi Hinalang istri Silahisabungan hanya 2 orang dan anaknya 8 orang dan Silalahi itu adalah persatuan marga-marga pewaris Silahisabungan sampai turunan-turunannya.
Menurut pengetahuannya Silalahi Hinalang adalah turunan Sirumasondi dan anaknya Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap dan Naiborhu jadi tidak anak Raja Parmahan Sigiro.

Kemudian kami ambil bagian dalam pembicaraan itu dengan mengatakan :
a.     Apa yang dijelaskan Bapak Siagian itulah yang diperjuangkan marga Silalahi karena pesan-pesan leluhur memang 3 (tiga) isteri dan 9 (sembilan) orang anak Silahisabungan.
b.    Marga harus jelas, dan menyebut marga saja urutan dalam tarombo sudah diketahui, abang atau adek dan seterusnya seperti kata pepatah:Tinittip sanggar bahen huru-huruan Sinungkun marga asa binoto partuturan.

Akan tetapi yang terjadi saat ini semua Silalahi sulit mengetahui urutan dalam silsilah dalam waktu yang relatif singkat.

Bilamana kita bandingkan dengan marga lain diantara seluruh marga suku-suku Batak hanya pada turunan Silahisabungan marga induk marga cabang maupun ranting-rantingya semua mengaku satu marga yaitu Silalahi. Biasanya bila sudah menjadi marga sama itulah marganya
.
Kemudian Siagian mengomentari kembali, kita ambil contoh Simanjuntak asalkan sudah diketahui mereka sama belakang cukup bertanya nomor berapa urutan sudah jelas.
Karena kapal sudah akan sampai di Pelabuhan Belawan akhirnya pembicaraan pun terhenti dan sebelumnya saya titip pesan agar hula-hulanya Sinambela dari Hinalang Balige jangan segan menggunakan Sigiro atau Sondiraja marganya kalau memang itu marga yang diwariskan leluhurnya.
Kemipun bersalaman kemudian menenteng barang masing-masing setelah turun menuju tempat masing-masing.

Comments

Popular posts from this blog

RAJA PARMAHAN

KEMATIAN SILAHISABUNGAN

LEGENDA PERJALANAN SILAHISABUNGAN